Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Adab dan Etika Sosial Seorang Muslim, syarah hadist arbain nawawi nomer 15

satriyadi.web.id – Adab dan Etika Sosial Seorang Muslim, syarah hadist arbain nawawi nomer 15

Diantara adab dan etika sosial seorang muslim dalam hal perkataan dan perbuatan adalah menjaga lisan dan tangannya dari perbuatan dzolim dan mungkar. Selain itu ia juga memperhatikan urusan tetangga sekitarnya, dan sangat lembut dalam menerima tamu yang datang kerumahnya.

Adab dan Etika Sosial
Adab dan Etika Sosial 

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadist arbain nawawi ke 15, yang menjelaskan tentang hakekat sikap dan etika sosial orang yang sempurna imannya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rosulullah sallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah berkata yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah menghormati tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah menghormati tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Hajar al Asqalani menyebutkan bahwa hadist ini termasuk jawamiul kalim yaitu perkataan ringkas namun padat makna. Hadist ini mengandung 3 akhlak mulia dalam perkataan dan perbuatan yang kesemuanya masuk dalam ranah etika.

Poin-poin diatas adalah bentuk dimana Islam sangatmemperhatikan adab dan akhlak yang mulia. Sehingga 3 hal diatas dikaitkandengan persoalan iman dan hari akhir. Etika sosial manusia saat berinteraksidengan yang lainnya itu disebut sebagai hubungan antar manusia atau habluminannas.

Sebab manusia akan selalu berinteraksi dengan orang lain sehingga terjaganya lisan saat berbicara adalah suatu hal yang perlu dilakukan. Tidak menyinggung mereka atau mengeluarkan ucapan buruk dihadapannya yang tentunya keluar dari norma adab mulia. Selain itu adab saling menghormati orang lain dengan memuliakan tetangga dan tamu adalah bentuk cara islam mengajarkan pemuluknya untuk  bersikap baik kepada orang-orang yang berada di luar keluarganya.


عن أبي هريرة رضي الله عنه

Dari Abu Hurairah radiyallahu’anhu

Nama asli Abu Hurairah adalah Abdurrahman, namun dalam saturiwayat disebutkan bahwa nama aslinya pada masa jahiliah adalah Abdus Syams. Iasudah yatim sejak kecil dan saat beranjak dewasa ia bekerja pada Basrah bintiGhazawan yang kelak menjadi istrinya saat masuk Islam.

Selain banyak meriwayatkan hadist, Ia adalah sahabat Nabi yang banyak ibadahnya. Abu Usamah an Nahdi meriwayatkan bahwa termasuk kebiasaan dari keluarga Abu Hurairah adalah membagi malamnya menjadi 3 bagian. Sepertiga pertama Ia bangun untuk shalat, sepertiga kedua istrinya bangun untuk shalat dan sepertiga selanjutnya anaknya bangun dan menunaikan shalat. Dan mereka saling bergantian membangunkan untuk menghidupkan malam.

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :من كان يؤمن بالله واليوم الآخر، فليقل خيرًا أو ليصمت

Bahwa Rosulullah sallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat,hendaklah berkata yang baik atau hendaklah ia diam”

Nabi sallallahu’alaihiwasallam mendorong umatnya untukselalu berkata baik atau hanya berbicara sesuatu yang memberikan manfaat bagisesama baik itu urusan dunia maupun urusan akhirat. Andaikan tidak mampu keluaryang baik-baik dari lisan kita maka yang terbaik adalah diam.

Nabi secara tegas mengaitkan ucapan baik itu dengan bentukekspresi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat. Sebab antara lisan,hati dan iman itu saling memiliki keterkaitan. Rosulullah sallallahu’alaihiwasallambersabda, dalam riwayat Ahmad.

لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه،ولا يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه

“Tidaklah seorang hamba mencapai hakikat Iman sehingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hati seorang hingga lisannya yang lurus.”

Baca juga : Kapan saat yang tepat untuk melampiaskan amarah ?

Seorang mukmin adalah orang yang menjaga lisannya sebabberapa banyak orang yang terjerumus dalam lembah jahannam karena ucapannya dansebaliknya berapa banyak orang yang dimasukkan kedalam Jannah juga karenaucapannya. Setiap perkataan akan dimintai pertanggung jawabannya di sisi Allah,sebab semuanya dicatat oleh sang pengawas yaitu Roqib Atid sebagaimana firmanAllah ta’ala dalam surat Qaf 18.

Rosullah sallallahu’alaihiwasallam juga bersabda terkaitdengan lisan,

وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْإلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

“Bukankah manusiaitu akan terjerumus ke neraka kecuali karena buah dari ucapan lisannya” (HRTirmidzi)

Pesan kedua andaikan seorang hamba tidak bisa berbicara yangbaik, maka alternatifnya adalah diam. Sebab dengan diam, ia akan lebih selamatdaripada mengucapkan perkataan yang tiada faidahnya atau bahkan ucapan burukyang justru merugikan dirinya atau orang lain. Umar radhiyallahu’anhumengatakan

مَنْ كَثُرَ كَلاَمُهُ كَثُرَسَقَطُهُ، وَمَنْ كَثُرَ سَقَطُهُ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُ، وَمَنْ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُكانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Barangsiapa yang banyak bicara niscaya banyak salahnya, danbarangsiapa banyak salahnya maka banyak dosanya, dan barangsiap banyak dosanyamaka nerakalah yang lebih layak baginya.”

Namun pertanyaan adalah apakah boleh diam saat terjadi kemungkarandi mana ia melihatnya?

Sesorang tidak diperbolehkan diam saat terjadi kemungkaran disekitarnyaatau ia sedang melihatnya. Sebab berlaku diam dan berada ditempat itu juga bisadiartikan ia ridho dengan kemaksiatan itu. Selemah-lemahnya iman pada level ituadalah ia menghindar dari tempat maksiat sebagai bentuk pengingkaran dalam hatiatau ia langsung mencegahnya dengan lisannya, sebab mencegah dengan lisan inimasuk dalam hal berkata baik dan benar.

Abu Ali ad Daqaq an Naisaburi asy Syafii mengatakan

من سكت عن الحق فهو شيطان أخرس

“Barangsiapa yang diam dari kebenaran maka dia adalah syetan yang bisu”

ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم جاره

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah danhari kiamat maka hendaklah ia menghormati tetangganya”

Diantara hal yang termasuk dalam iman seseorang adalah manakala ia menghormati tetangganya dan tidak menyakitinya barang sedikitpun. Andaikan ia tidak mampu berbuat baik kepadanya dengan memberi sesuatu, maka tidak membuat mereka merasa diganggu adalah hal terbaik yang paling mendasar bagi seorang mukmin.

Bahkan Islam menganjurkan perbuatan baik kepada tetangga ini dengan penekanan yang amat sangat, dan belum pernah ada agama atau aturan apapun yang menekankan orang untuk berbuat baik kepada tetangganya melebihi Islam. Nabi sallallahu’alaihiwasallam bersabda dalam riwayat muttafaq ‘alaihi,

مازال جبريل يوصيني بالجار ، حتى ظننت أنه سيورثه

“Jibril senantiasa terus menasehatiku tentang tetangga, sehinggaaku mengira tetangga akan mendapat warisan harta keluarga.”

Bahkan andaikan ada orang yang sholat sunnahnya rajin, puasasunnahnya lancar dan banyak ibadah sunnahnya kepada Allah bagus menurut manusianamun tetangganya tidak aman dari ucapan dan perbuatannya maka orang tersebutadalah manusia tercela. Dalam hal ini pernah terjadi di zaman nabi kasus yang demikian,kemudian Nabi mengatakan

لا خَيرَ فيها، هيَ من أهلِ النَّارِ

“Tidak ada kebaikan padanya, dia termasukpenduduk neraka.”

Kebaikan untuk tetangga itu langsung diberi contoh oleh Nabi dalamhal-hal yang mungkin dianggap remeh oleh manusia. Rosulullah sabdakan hal inikepada Abu Dzar,

إذا طبختَ مرقةً فأكثِر ماءها

“Jika engkau memasakdaging berkuah maka perbanyaklah airnya.”

Bahkan kalauhanya mampu memberi manfaat dengan mempersilahkan tetangganya “numpang” pasangkayu untuk kebutuhannya, maka itu termasuk kebaikan kepada tentangganya. Nabi bersabda

لا يمنعْ جار جاره أن يغرز خشبةً في جداره

“Janganlah seorang melarang tetangganya memasang kayu pada dindingnya”

ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah danhari kiamat hendaklah menghormati tamunya.”

Diantara etika sosial yang baik bagi seorang muslim adalah menghormati tamunya. Bersikap lembut kepada mereka, memperbanyak senyum dan menjamunya dengan yang terbaik adalah sifat mulia. Bahkan Nabi menekanan untuk menjamu tamu yang berkunjung dalam sehari semalam. Nabi menyebutkan,

ليلة الضيف حق واجب على كل مسلم

“Menjamu seorang tamu sehari semalam adalahwajib bagi setiap muslim”

Melalui hadits ini Imam Ahmad menyebutkan bahwa menjamu tamu adalah wajib bagi tuan rumah. Sifat wajib ini mengikat maksimal sehari semalam adapun setelahnya sifatnya adalah sunnah. Namun jumhur ulama’ menyebutkan bahwa menjamu tamu ini hukumnya sunnah bukan wajib, sebab termasuk dari bab akhlak dan adab.

Namun bagi tamu, hendaklah memposisikan diri agar tidak memberatkantuan rumah dengan bertamu maksimal tiga hari. Nabi sallallahu’alaihiwasallam menyebutkandalam riwayat Abu Syarih al Ka’biy,

الضيافة ثلاثةأيام، وجائزته يوم وليلة، ولا يحل لرجل مسلم أن يقيم عند أخيه حتى يؤثمه قالوا: يارسول الله وكيف يؤثمه؟ قال: يقيم عنده ولا شيء يقريه به

“Jamuan bertamu itu tiga hari, dan yang terbaikdi sehari semalam. Dan tidak boleh bagi seorang muslim menginap di tempatsaudaranya sehingga ia membuat tuan rumah berdosa”, para sahabat bertanyabagaimana tuan rumah bisa berdosa? Rosul bersabda,”si tamu bermalam di rumahnyatetapi tuan rumah tidak memiliki makanan yang bisa disajikan.”

Adab dan Etika Sosial Seorang Muslim, syarah hadist arbain nawawi nomer 15